Wednesday, July 16, 2014

MOS IDENTIK DENGAN “PERPELONCOAN”


Masa Orientasi Siswa atau biasa kita kenal dengan MOS, adalah masa dimana para siswa baru, baik dari tingkat Dasar menuju ke SMP atau pun SMP menuju SMA mengenali keadaan sekolah nya yang baru untuk pertama kali. Mengenali di sini tidak hanya diartikan secara harfiah mengenali ruangan – ruangan atau pun denah lokasi sekolahan, melainkan mengenali semua yang ada di sekolah baru nya secara menyeluruh.

MOS biasa dilaksanakan pada 3 hari pertama masuk sekolah. Dan materi – materi yang di sampaikan saat MOS pun relative sama setiap tahun seperti pengenalan stakeholder, pengenalan visi dan misi sekolah, target pencapaian sekolah dan juga yang berbeda setiap tahun, tergantung issue yang sedang di angkat oleh dinas pendidikan saat itu. Contoh ketika saya MOS SMA dahulu, issue yang di angkat adalah tentang pendidikan karakter yang akan di gencarkan di sekolah melalui kegiatan – kegiatan dan program sekolah.

Beberapa hari yang lalu sebelum saya menulis artikel ini, saya melihat anak – anak SMP baru saja pulang sekolah. Penampilan mereka menarik perhatian saya. Siswa SMP itu, ada yang memakai pita di lengan kanan dan kiri nya, ada yang mengikat rambutnya menggunakan pita warna – warni, ada yang memakai kalung yang terbuat dari tali dengan hiasan permen. Hal itu mengingatkan saya ketika sedang menjalani MOS SMA dahulu.

MOS SMA saya dahulu kurang lebih sepeti itu. Saya masih ingat betul barang – barang yang harus di bawa. Kami harus membuat topi yang terbuat dari “besek” yang di cat berwarna kuning untuk laki – laki, dan hijau untuk perempuan. Di pinggir besek tersebut harus di beri hiasan tali rafia yang di untai tipis – tipis layaknya sebuah rambut. Rafia yang digunakan pun rafia dengan warna yang sulit ditemukan. Nametag yang kami buat harus berbentuk segi lima dengan nama yang besar digantung dengan tali rafia. Itu adalah MOS terakhir di SMA kami yang menggunakan atribute seperti itu. Tahun setelah itu, MOS di SMA kami melarang atribut – atribut yang berbau “perpeloncoan”.

Perpeloncoan. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan perpeloncoan? Perpeloncoan adalah aktivitas yang melibatkan pelecehan, penyiksaan atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam suatu kelompok. Namun standar yang jelas untuk mengatakan atribut itu semua sebagai salah satu wujud perpeloncoan masih terlihat abstrak dan subjektif. Saya sebagai objek kejadian saat itu sebenar nya merasa baik – baik saja dan tidak merasa dilecehkan sebagai seorang siswa. Justru menjadi sebuah kenangan tersendiri masa – masa MOS saat itu bersama teman – teman seangkatan membuat perlengkapan MOS.

Saya pribadi juga sangat menentang perpeloncoan kepada siswa ataupun mahasiswa. Setiap orang memiliki mental yang berbeda – beda. Ada yang di perlakukan seperti apapun dia tetap survive. Ada yang baru dibentak sudah harus ke psikiater. Oleh karena keadaan objek yang berbeda – beda tersebut perlu adanya standarisasi kegiatan orientasi yang dapat diterapkan pada semua objek. Tidak hanya kepada yang “kuat” maupun “lemah”

Semoga setelah ini masa – masa orientasi di berbagai sekolah maupun universitas semakin membaik.

“Hidup adalah serangkaian pengalaman,  Setiap pengalaman membuat kita lebih besar, walau pun kita tidak menyadarinya.”

Tuesday, July 15, 2014

TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI, DASAR YANG SERING TERLUPAKAN


Perguruan tinggi adalah jenjang terakhir dalam proses pendidikan formal yang ada di Indonesia. Dimana dalam proses pembelajaran ini, mahasiswa dituntut untuk lebih siap akan apa yang nanti nya menjadi pilihan hidupnya dalam hal pekerjaan dan interaksi sosial. Proses transisi yang terjadi antara masa Sekolah Menengah Atas menuju Perguruan tinggi sangatlah ”kentara”. Ketika semasa SMA siswa hanya dituntut untuk belajar sesuai dengan sistem yang ada dan menerima apa adanya yang di ajarkan kepada nya. Pola berfikir yang dituntut pun masih sederhana.

Berbedaa dengan kehidupan perguruan tinggi. Mahasiswa tidak lagi diperbolehkan hanya berfikir sebatas “apa?”. Melainkan mahasiswa harus mampu untuk memunculkan pemikiraan “mengapa?” dengan pola pikir seperti itu, diharapkan mahasiswa dapat melihat segala sesuatu hal lebih holistik dan menyeluruh. Perbedaan subjek pun cukup dampat memberikan dampak akan kesadaran individu yang diharapkan. Tidak lagi dengan sebutan siswa. Melainkan mendapat penambahan kata “maha-”. Maha dapat diartikan dengan “lebih besar”. Diharapkan dengan penambahan suku kata tersebut para siswa SMA yang masuk perguruan tinggi juga bisa berperilaku lebih dari seorang siswa.

Dalam pedoman berperilaku dan bergerak seorang mahasiswa, ada sebuah dasar yang selama ini sering terlupa. Dasar yang digunakan oleh seorang mahasiswa di seluruh indonesia secara benar. Dasar yang akan mendukung tujuan bangsa Indonesia yang telah tergores dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Yaitu “mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Dasar tersebut adalah “Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Adapun Tri Dharma peguruan tinggi tersebut adalah Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian.
      
      1. Pendidikan
Sebagai seorang mahasiswa, Kewajiban utama adalah Belajar. Belajar secara komprehensif ilmu – ilmu sesuai dengan jurusan yang dipilihnya. Mahasiswa – mahasiswa inilah yang nanti nya akan menjadi generasi penerus bangsa. Wawasan yang luas sangat dibutuhkan untuk membangun negeri ini. Mahasiswa dan pendidikan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Diharapkan nanti nya dalam memutuskan sesuatu hal para mahasiswa ini dapat dengan rasional tidak asal dengan adu otot semata.

2. Penelitian
Penelitian menjadi element pendukung yang penting dalam proses pendidikan dari seorang mahasiswa. Dengan melakukan atau menerapkan tri dharma perguruan tinggi yang kedua ini diharapkan mahasiswa dapat berfikir kritis dan berhati – hati dalam mengeluarkan pendapat ataupun menerima pendapat. Semua hal itu harus berdasarkan oleh data. Tidak semata – mata hanya sebuah opini tanpa bukti.

3. Pengabdian
Tri Dharma perguruan tinggi yang terakhir ini adalah yang penting dalam pedoman mahasiswa melakukan pergerakan. Karena harapannya, sebagai seorang mahasiswa, apa yang dilakukan tidak hanya berorientasi kepada kepentingan pribadi lagi. Melainkan pada kepentingan umum maupun kelompok. Hal ini terwujud dalam program – program yang ada di kampus seperti KKN, maupun Program kerja para aktivis yang ingin memberdayakan sebuah desa

Dewasa ini, fenomena para mahasiswa, sering melupakan dasar pergerakan ini. Sehingga pergerakan mahasiswa sekarang ini terkesan tanpa arah. Hanya ikut – ikutan semata tanpa mempunyai dasar yang jelas. Sebuah ironi, bahkan masih banyak mahasiswa yang tidak hafal bahkan tidak mengetahui apa itu tri dharma perguruan tinggi.

Monday, July 14, 2014

FIVE STARS DOCTOR


Penampilan seseorang tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk mentukan dan menilai  kemampuannya

Mahasiswa kedokteran Indonesia. Insan muda generasi bangsa, yang nanti nya akan menjadi tiang – tiang pondasi bangsa di masa yang akan datang. Tiang – tiang yang akan menjadi bagian dari sebuah sistem penting dalam kehidupan, yaitu sistem kesehatan. Sebagai seorang mahasiswa kedokteran tidak hanya menjadi sebuah wacana lagi untuk berusaha sekuat tenaga untuk belajar dan terus belajar. Belajar dalam hal apa? Tidak hanya belajar dengan literatur yang sudah tersistem dalam proses pendidikan, namun belajar mencari pengalaman untuk menjadi bekal refleksi diri di masa yang akan datang ketika sudah terjun langsung dalam masyarakat.

inspirasi ditambah dengan sebuah pengalaman maka pasti akan terciptanya Konsep yang matang.

Dalam proses pendidikan, semua mahasiswa kedokteran akan mempelajari seluruh tubuh manusia secara holistik. Mulai dari fisiologis sampai dengan patologis-nya. Mereka akan belajar tentang penyakit – enyakit yang ada, dari etiologi, symptom sampai langkah curative nya. Semua hal itu dapat dipelajari dan dihafalkan. Namun ada suatu hal yang kadang akan jarang kita dapatkan dalam proses pendidikan S.Ked. Yaitu pengalaman.

Pengalaman sangat penting dimiliki oleh seorang mahasiswa kedokteran sebelum mereka akan terjun langsung ke masyarakat. Mengapa demikian. Suatu ketika saya pernah melihat 2 orang dokter yang baru saja lulus UKDI dan berhasil mendapatkan gelar dokternya berjalan bersama. Penampilan mereka sangat berbeda. Yang satu sangat modis dengan setelan yang luar biasa elegan. Sedangkan yang satu nya berpenampilan cukup sederhana namun rapi. Pada prakteknya, ternyata dokter yang berpenampilan rapi lebih banyak mendapatkan pasien daripada dokter yang berpenampilan luar biasa elegan. Mengapa demikian? Apakah pengaruh pakaian sangat berpengaruh? Tentu tidak. Ternyata yang membedakan dari kedua nya adalah pengalaman

Dokter yang berpenampilan elegan dan rapi ternyata semasa pendidikannya hanya menjadi mahasiswa yang terlalu mengikuti sistem tanpa di iringi dengan usahanya mencari pengalaman dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan nya kelak maupun yang tidak berkaitan. Sedangkan dokter yang berpenampilan cukup sederhana semasa menjadi mahasiswa aktif mencari pengalaman – pengalaman yang nantinya akan berguna di masa yang akan datang. Pengalaman – pengalaman tersebut nanti nya akan membuat kita menjad tau, dokter yang ideal itu adalah dokter yang seperti apa? Apakah yang hanya mengobati penyakit ? atau yang dapat melihat keseluruhan pasien secara holistik.

Berikut ada beberapa kriteria untuk menjadi dokter yang ideal yang kemudian kita sering menyebutnya 5 stars doctor.

1. Care Provider
Sebagai seorang dokter , nantinya kita akan menghadapi pasien dengan berbagai macam keluhan. Yang kadang – kadang keluhannya ini akan menyentuk berbagai aspek kehidupan dari yang umum sampai benar – benar pribadi. Dari sini, kita tidak boleh mengobati setengah – setengah. Melainkan harus menyeluruh. Jangan obati penyakitnya, tapi penyebabnya.

2    2. Decisiion maker
Keputusan yang tepat akan menjadi hal yang akan terus kita hadapi sebagai seorang dokter nantinya. Ketika pasien datang dengan keluhan yang membutuhkan penangan segera dan cepat, keputusan yang akan kita ambil nantinya akan sangat berpengaruh dalam kelangsungan hidup pasien. Akan sangat berbahaya apabila keputusan penanganan yang kita berikan salah.

3. Communicator
Menjadi seorang dokter, mau tidak mau kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain harus terasah. Hal ini nanti nya akan sangat berguna ketika kita sedang melakukan anamnesi dalam rangka mencari penyebab dari penyakit pasien. Tak jarang, kemampuan interaksi sosial yang baik diperlukan pada saat menangani pasien dengan keluhan penyakit yang akan bersangkutan dengan kehidupan pribadi pasien. Seperti Penyakit menular seksual. Apabila teknik anamnesis kita kurang baik akan terjadi salah faham bahkan akan membuat pasien depresi. Hal ini tidak hanya membahayakan pasien itu sendiri. Melainkan juga orang – orang yang ada di sekitarnya.
Nantinya kita juga akan memberikan edukasi kepada pasien dengan keluhan – keluhan yang memburuhkan perhatian dalam waktu yang tidak singkat. Apa yang kita katakan sebagai dokter nanti nya, tentu akan diikuti oleh pasien. Maka dari itu penyampaian yang baik sangat diperlukan disini.

4. Community Leader
Kehormatan profesi dokter saat ini masih sangat tinggi di mata masyarakat. Utamanya di Indonesia. Hal ini akan menjadikan kita sebagai seorang dokter nanti nya akan menjadi orang yang diandalkan tidak hanya dalam bidang kesehatan. Dengan posisi yang strategis ini harusnya dapat membuat kita untuk berusaha membawa masyarakat dalam sebuah komunitas menuju ke arah yang lebih baik.

5. Manajer
Dalam proses penanganan pasien, kita tidak hanya dituntut untuk menyembuhkan, melainkan juga mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan penanganan pasien. Disinilah di butuhkan kemampuan manajerial yang baik dari seorang dokter.

Dari kelima aspek 5 stars doctor tadi, akan sangat sulit untuk kita raih apabila kita tidak pernah mengalami situasi dengan konsep yang sama namun dalam skala yang lebih kecil. Yang dimaksudkan di sini adalah dengan sering terjun ke masyarakat maupun tampil di hadapan komunitaas, kita akan mendapatkan kemampuan di atas secara menyeluruh dan nyata. Hal ini akan sangat berguna nantinya saat gelar dokter sudah ada di tangan. Tinggal anda mau memilih, mau menjadi dokter seperti apa? Dokter yang hebat dengan teori namun minim pengalaman? Atau dokter yang teori pas pas an namun pengalaman luar biasa? Atau bahkan kedua – dua nya?

Jangan pernah menggeluti dunia yang kita tidak kuasai sama sekali, kecuali jika memiliki niat dan kemauan teguh untuk berusaha meraihnya.

PEMIMPIN LUAR BIASA, DILAHIRKAN ATAU DICIPTAKAN?


Pemimpin tidak menciptakan pengikut, mereka menciptakan lebih banyak pemimpin”

Pemimpin yang luar biasa. Banyak indikator untuk mengatakan seorang pemimpin berhasil dalam masa kepemimpinannya. Mulai dari Pencapaian nyata, kestabilan internal, eksistensi yang terwujud sampai pengakuan dari eksternal. Namun terlepas dari itu semua, pertanyaan yang cukup mengusik di benak saya adalah “apakah pemimpin tersebut dilahirkan atau di ciptakan?”

Pertanyaan itu mulai muncul di benak saya semenjak saya melihat sebuah dinamika kepengurusan organisasi di berbagai tempat. Banyak di antara organisasi tersebut yang memiliki semacam “kutukan”. Termasuk organisasi saya. Kutukan tersebut adalah kutukan tahun genap dan tahun ganjil. Tahun genap akan dipenuhi dengan SDM luar biasa yang orang awam menyebutnya sebagai bakat dalam memimpin. Sedangkan tahun ganjil akan lebih menurun dengan jumlah kuantitas pemilik bakat kepemimpinan. Bahkan Kualitas nya pun kadang berbeda. Atau bisa saja sebaliknya dengan tahun ganjil yang akan lebih luar biasa dari tahun genap.

Fenomena ini sangat mengganggu benak saya. Terutama ketika saya sedang memimpin. Sebagai seorang pemimpin ketika anda melihat masalah ini, hal pertama yang harus anda tanyakan adalah “Mengapa?”. Mengapa bisa muncul fenomena ini. Bukankah selama ini sudah ada sebuah sistem kaderisasi. Harusnya dengan sistem kaderisasi yang baik dan benar, fenomena ini tidak akan terjadi. Hanya ada 2 kemungkinan etiologi dari masalah ini. Yaitu ”sistem kaderisasi yang masih belum optimal” atau memang benar ada nya bahwa “Pemimpin yang luar biasa memang dilahirkan, tidak diciptakan”

Sistem Kaderisasi yang masih belum optimal. Suatu organisasi atau kepengurusan, dikatakan berhasil tidak hanya dari pencapaian yang mereka capai saat menjabat, melainkan juga apa yang adik – adik mereka capai di kepengurusan selanjutnya. Mengapa tidak? Merupakan sebuah ironi apabila kejayaan yang didapat sebuah organisasi hanya ada di satu kepengurusan saja. Sedangkan di kepengurusan selanjutnya organisasi tersebut mengalami keterpurukan. Apalah gunanya kejayaan yang bersifat sementara. Memang benar adanya pepatah yang mengatakan bahwa “mempertahankan lebih sulit darapada mendapatkan”. Sistem kaderisasi yang belum optimal memang bisa saja di sebabkan oleh berbagai macam faktor. Seperti tidak jelas nya target kompetensi yang ada hingga tidak terstandarisasi nya para kader – kader. Walaupun sistem kaderisasi setiap tempat itu tidak bisa di samaratakan dan juga sejajarkan, namun setidaknya ada beberapa kompetensi dasar yang harusnya ada di setiap proses kaderisasi semua organisasi. Seperti kemampuan time management, negosiasi, analisis SWOT, manajemen konflik dll. Semua orang tau, semua pemimpin tau akan hal itu, namun yang menjadi kelemahan adalah kadang hal itu semua tidak tertuliskan secara nyata dalam sebuah kurikulum kaderisasi yang jelas. Hal ini saya sadari di awal kepengurusan dari organisasi yang saya pimpin, hingga mendorong saya untuk membuat secara nyata kurikulum kaderisasi organisasi yang saya pimpin saat itu. Berikut adalah kurikulum yang saya buat klikdisini . Semoga dapat membantu. 

Pemimpin yang luar biasa memang dilahirkan, tidak diciptakan. Kemungkinan etiologi yang kedua ini adalah yang sangat mengusik pemikiran saya. Bagaimana tidak, apabila memang teori tersebut benar, maka kualitas SDM yang ada akan menjadi terkotak – kotak dan akan sulit untuk menyamakan visi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin yang luar biasa tak selalu ada di posisi yang paling atas. Dia juga akan ada di belakang menjadi orang yang mau dipimpin oleh orang lain. Apabila perpaduan SDM ini antara pemimpin dengan yang dipimpin memiliki sifat kepemimpinan yang luar biasa, akan menjadi sebuah team yang luar biasa pula. Team yang akan sama – sama mengerti apa yang harus saya lakukan, apa yang harus dia lakukan.

Lalu bagaimana bisa mewujudkan team yang luar biasa seperti itu apabila pemimpin yang luar biasa tidak bisa kita ciptakan. Akan menjadi sebuah hal yang percuma juga upaya kaderisasi yang ada. Pengalaman berorganisasi yang saya lihat, ada perbedaan kepengurusan di masing – masing organisasi yang berkaitan dengan usia ataupun angkatan. Di berbagai universitas, ada yang menjabat sebagai seorang pengurus di tahun ketiga, namun ada pula yang ditahun kedua (termasuk organisasi kampus saya). Menurut saya pribadi, akan lebih ideal untuk memimpin sebuah organisasi utamanya organisasi kemahasiswaan, pada saat kita berada pada tingkat ketiga. Mengapa? Karena pada saat kita menginjak tingkat ketiga, saat itu kita akan benar – benar cukup matang untuk menjadi seorang pemimpin. Sifat kepemimpinan kita akan tercipta dengan refleksi pengalaman yang kita hadapi pada saat tingkat kedua sebagai pelaku. Juga pada saat tingkat pertama yang menurut saya hanya sebagai observer. Pada saat kia berada pada tingkat pertama, menurut saya saat itu sifat kepemimpinan kita belum benar – benar tercipta secara nyata. Karena pada saat itu kita masih menjadi observer. Kita masih menjadi seorang yang “baru” yang masih meraba – raba mana yang cocok mana yang tidak. Akan sangat berbahaya apabila dengan pengalaman itu saja kita sudah harus memegang sistem pada tahun kedua.

Bagaimana dengan organisasi saya sendiri yang menganut sistem bahwa tingkat kedua yang harus sudah memegang sistem? Ini lah yang menjadi kekhawatiran saya. Apabila sistem ini terus berlanjut, secara tidak langsung kita akan menganut faham bahwa “pemimpin yang luar biasa, dilahirkan tidak diciptakan”. Bukti yang nyata adalah paradigma adanya kutukan tahun genap dan tahun ganjil. Seperti sebuah perjudian menunggu setiap tahun akankah ada orang yang dilahirkan sebagai pemimpin luar biasa yang akan masuk di organisasi saya.

Namun, tahun ini saya optimis kutukan itu akan menghilang pada organisasi saya, karena dengan bantuan kurikulum kaderisasi sebagai salah satu upaya nya, saya yakin adik – adik saya di organisasi saya akan menjadi lebih luar biasa dari kepengurusan saya. Akan lebih sukses. Dan akan menghilangkan kutukan itu. Saya bersama dengan teman – teman kepengurusan saya berusaha se optimal mungkin untuk menciptakan pemimpin – pemimpin yang luar biasa pula di kepengurusan selanjutnya.

“Leaders don’t create followers, they create more leaders”

Sunday, July 13, 2014

KEPEMIMPINAN. LEBIH DARI SEKEDAR TEKNIK, MELAINKAN SEBUAH SENI


Mencari bukti kepemimpinan tidak hanya dari pencapainnya, melainkan juga dapat ditemukan melalui pengikut - pengikutnya”

Pemimpin. Kata pertama yang terfikirkan ketika mendengar kata pemimpin adalah “panutan”. Iya panutan, ketika seseorang menjadi sosok pemimpin diantara sebuah kaum, secara tidak langsung dia akan menjadi panutan bagi kaum yang di pimpinnya. Semua mata akan tertuju pada nya, semua gerak – gerik nya akan diperhatikan, semua kalimat yang terlontar dari mulutnya akan mendapatkan atensi. Ketika anda menjadi seorang pemimpin, anda tinggal memilih. Ingin menjadi sosok panutan yang baik atau yang buruk?

Pemimpin. Seorang pemimpin juga harus bisa memberikan pengaruh kepada orang lain. Kepada orang yang dipimpinnya. Mengapa tidak? Menjadi seorang pemimpin anda akan dituntut untuk memikirkan sebuah gagasan untuk kebaikan bersama. Tinggal masalahnya adalah bagaimana gagasan anda tersebut dapat diterima oleh orang – orang yang anda pimpin. Kadang gejolak penolakan gagasan sering muncul terlebih – lebih dalam sebuah organisasi. Pengalaman saya ketika memimpin sebuah organisasi, pertama – tama yang saya fikirkan adalah “bagaimana membawa organisasi yang saya pimpin ke arah yang lebih baik?” Lalu muncul gagasan gagasan untuk mewujudkan goal tersebut. Tak jarang gagasan yang saya tawarkan di tentang. Tak jarang gagasan yang saya tawarkan di caci. Tak jarang pula gagasan yang saya tawarkan akhirnya tidak terlaksana. Mungkin pengaruh yang saya berikan kepada anggota saya belum optimal sehingga muncul sebuah penolakan akan pengaruh yang coba saya berikan terhadap organisasi tersebut. Dari sini saya belajar bahwa menjadi seorang pemimpin juga harus bisa membawa pengaruh yang positive agar apa yang ada difikiran kita , apa yang menjadi gagasan kita dapat diterima oleh orang – orang yang kita pimpin.

Namun, pengalaman tentang penolakan gagasan itu tidak semata – mata membuat saya menjadi orang yang terobsesi untuk menjadi “brainwasher”. Justru dari sini saya belajar bahwa menjadi seorang pemimpin tidak hanya melakukan sesuatu hal dengan rigid dan mengedepankan pemikiran kita, apa yang ada difikiran kita harus terpenuhi. Tidak. Memimpin adalah sebuah SENI. Seni yang akan berbeda satu dengan yang lain. Akan berbeda penerapannya tergantung dengan kondisi orang – orang yang kita pimpin.

Pengalaman saya dalam berorganisasi atau pun memimpin sebuah komunitas, saya membagi diri memposisikan diri sebagai pemimpin dalam 3 fungsi. Yaitu Fungsi Komando, Fungsi Koordinasi dan yang terakhir yang mungkin tidak ada dalam literatur manapun yang saya wujudkan melalui refleksi pengalaman adalah fungsi Kekeluargaan.

1.Fungsi Komando
Fungsi komando adalah fungsi dimana seorang pemimpin harus bisa memposisikan dirinya sebagai “decision maker” dalam organisasi. Sangat sering masalah – masalah yang ada dalam organisasi mengharuskan kita untuk mengambil sikap dan menjalankan fungsi komando. Mau tidak mau sebagai seorang pemimpin anda harus memahami benar tentang fungsi komando. Ada kala nya bahkan, tanpa ada yang mengingatkan, ketika situasi sudah mulai terbaca ada yang tidak benar untuk kelangsungan organisasi, jalankan intuisi anda sebagai seorang pemimpin dan lakukan intervensi dengan menggunakan asas fungsi komando.

2.Fungsi Koordinasi
Fungsi Koordinasi adalah fungsi dimana seorang pemimpin harus dapat memposisikan dirinya untuk mendengarkan apa yang menjadi gagasan para anggota nya. Di sini para anggota akan naik ke atas (pemimpin) untuk melakukan negosiasi akan apa yang ada di fikirannya. Para anggota akann menawarkan banyak hal. Dan disini kita harus bisa memposisikan diri kita sebagai seorang pemimpin yang bisa mengkombinasikan gagasan kita dan para anggota dengan koordinasi yang jelas

3.Fungsi Kekeluargaan
Fungsi Kekeluargaan adalah Fungsi yang saya bentuk sendiri saat saya sedang memimpin sebuah organisasi dimanapun level nya. Mengapa? Logika yang saya pakai cukup sederhana. Ketika kita sudah menganggap team kita, anggota kita selayaknya keluarga sendiri. Akan ada keterbukaan, akan ada rasa saling memahami, akan ada rasa saling memiliki. Yang di sini bisa saya manfaatkan sebagai seorang pemimpin untuk mengambil keputusan atau memberikan instruksi. Ada kalanya pengalaman saya ketika menjadi seorang pemimpin, kadang saya bisa mengetahui apa yang ada di fikiran anggota – anggota saya, apa yang dirasakan bahkan ketika mereka sedang dalam kondisi yang tidak sempurna sedang butuh motivasi, disitulah saya coba memposisikan. Dengan itu kinerja team akan selalu terjaga dengan stabil

Ketiga Fungsi tadi adalah ketiga fungsi yang selama ini saya terapkan dalam organisasi saya. Mungkin tidak sempurna dalam pelaksanaannya, namun kesempurnaan bukanlah tujuan utamanya. Melainkan mengoptimalkan apa yang ada hingga yang terbaik bisa terwujud dari yang ada.

“Pemimpin bukanlah diktator. Otoritas tidak didapatkan dari sikap yang otoriter. Kehormatan bukanlah pemberian melainkan pencapaian. Pemimpin sejati bukanlah yang ditakuti melainkan dihormati. Jangan bangga ketika anda ditakuti oleh anggota anda”